Darah menetes di punggung korban yang tidak tahu.
Tongue like steel plunges deep into the spirit,
Lidah seperti baja menenggelamkan jauh ke dalam semangat,
piercing more than just feelings, severing the ties of brotherhood.
menusuk lebih dari sekadar perasaan, memutuskan ikatan persaudaraan.
Thought shot from the hip inflicts a mortal wound.
Pemikiran ditembak dari pinggul menimbulkan luka fana.
Festering contempt now burns darkly in the mind of the inflicted.
Merasa menghina sekarang membakar secara gelap pikiran orang yang ditimbulkan.
Clumsily worded, insincere apologies try to suture the wounds of the tongue,
Dengan kata-kata kikuk, permintaan maaf yang tidak tulus mencoba menjahit luka lidah,
motivated by self-concern rather than remorse.
termotivasi oleh kepedulian diri sendiri bukan penyesalan.
Nonchalant disregard for the implications of destructive comments fuels the corrosion of social unity.
Nonchalant mengabaikan implikasi komentar destruktif memicu korosi persatuan sosial.
Smile in their presence, slander in their absence.
Tersenyum di hadapan mereka, fitnah karena ketidakhadiran mereka.
Cut the flesh from their bones as their backs are turned.
Potong daging dari tulang mereka saat punggung mereka diputar.
Years of bitter tears can flow from a split second comment.
Tahun-tahun air mata pahit bisa mengalir dari komentar sepersekian detik.
Words can never wash away the wounds of the tongue.
Kata-kata tidak pernah bisa membersihkan luka lidah.
Only love and remorse can heal the spirit.
Hanya cinta dan penyesalan yang bisa menyembuhkan roh.