Natal 1994, tidak seperti tahun sebelumnya.
We didn't want to know.
Kami tidak ingin tahu.
Buried our heads in the snow?
Mengubur kepala kita di salju?
Looking back it was obvious to everyone.
Melihat ke belakang jelas bagi semua orang.
But then again he's not just anyone.
Tapi sekali lagi dia bukan sembarang orang.
We used to laugh and call him names.
Kami biasa tertawa dan memanggilnya nama.
Some things I wish I could change.
Beberapa hal yang saya harap bisa saya ubah.
Snow fell.
Salju jatuh.
He was burning up inside.
Dia terbakar di dalam.
Tired of living a lie.
Lelah hidup bohong.
He just had to say.
Dia hanya harus mengatakannya.
We learned my brother was gay.
Kami belajar saudaraku adalah gay.
It came on silent night.
Itu terjadi pada malam yang sunyi.
Mother's face went white.
Wajah Ibu menjadi putih.
She said “I have to sit”.
Dia berkata “Saya harus duduk”.
Father had a fit.
Ayah sudah bugar.
I'm learning to deal with it.
Aku sedang belajar mengatasinya.
My brother is ggg…
Saudaraku adalah ggg …
My brother is ggg…
Saudaraku adalah ggg …
Looking back it was obvious to everyone.
Melihat ke belakang jelas bagi semua orang.
But then again he's not just anyone.
Tapi sekali lagi dia bukan sembarang orang.
We used to laugh and call him names.
Kami biasa tertawa dan memanggilnya nama.
Some things I wish I could change.
Beberapa hal yang saya harap bisa saya ubah.
Christmas 1994, can't take it back to the store. Like a shirt that doesn't fit.
Natal 1994, tidak bisa membawanya kembali ke toko. Seperti baju yang tidak pas.
I'm learning to deal with it.
Aku sedang belajar mengatasinya.
I'm learning to deal with it.
Aku sedang belajar mengatasinya.
My brother is gay.
Saudaraku adalah gay.
My brother is gay.
Saudaraku adalah gay.
I guess it's OK
Saya rasa tidak apa-apa
My brother is gay.
Saudaraku adalah gay.