Arti Lirik - The Poems

We held hands on the last night on earth
Kami berpelukan pada malam terakhir di bumi
Our mouths filled with dust, we kissed in the fields and under trees
Mulut kami penuh dengan debu, kami berciuman di ladang dan di bawah pohon
Screaming like dogs, bleeding dark into leaves.
Berteriak seperti anjing, berdarah gelap menjadi dedaunan.
It was empty on the edge of town
Itu kosong di pinggir kota
But we knew everyone floated on the bottom of the river.
Tapi kami tahu semua orang melayang di dasar sungai.
So we walked through the waste, where the road curved into the sea
Jadi kita berjalan melewati sampah, dimana jalan melengkung ke laut
And the shattered seasons lay.
Dan musim yang hancur berantakan.
And the bitter smell of burning was on you like a disease
Dan bau harum pembakaran ada pada Anda seperti penyakit
In our cancer of passion, you said
Dalam kanker gairah kami, katamu
“Death is a Midnight Runner”
“Kematian adalah Pelari Midnight”


The sky had come crashing down like the news of an intimate suicide.
Langit telah runtuh seperti berita tentang bunuh diri yang intim.
We picked up the shards, and formed them into shapes of stars
Kami mengambil pecahan, dan membentuknya menjadi bentuk bintang
That wore like an antique dress.
Itu seperti gaun antik.
Echoes of the past broke the hearts of the unborn
Gema masa lalu menghancurkan hati orang yang belum lahir
As the ferris wheel silently slowed to a stop.
Saat roda ferris diam-diam melambat berhenti.
The few insects skittered away in hopes of a better pastime.
Beberapa serangga meluncur pergi dengan harapan akan hobi yang lebih baik.
I kissed you at the apex of the maelstrom and asked if you would accompany me in a quick fall,
Aku menciummu di puncak pusaran rambut dan bertanya apakah kau akan menemaniku cepat jatuh,
But you made me realize that my ticket wasn't good for two.
Tapi Anda membuat saya sadar bahwa tiket saya tidak bagus untuk dua orang.
I rode alone.
Saya naik sendiri.


You said, “The cinders are falling like snow”
Anda berkata, “bara api jatuh seperti salju”
There is poetry in despair, and we sang with unrivalled beauty,
Ada puisi dalam keputusasaan, dan kami bernyanyi dengan keindahan yang tak tertandingi,
Bitter elegies of savagery and eloquence.
Keanggunan pahit kebiadaban dan kefasihan.
Of blue and grey.
Biru dan abu-abu
Strange, we ran down desperate streets and carved our names in the flesh of the city.
Aneh, kami berlari di jalan-jalan yang putus asa dan mengukir nama kami di daging kota.
The sun has stagnated somewhere beyond the rim of the horizon,
Matahari telah mengalami stagnasi di suatu tempat di luar tepi cakrawala,
And darkness is a mystery of curves and lines.
Dan kegelapan adalah misteri dari kurva dan garis.
Still, we lay under the emptiness and drifted slowly outward.
Namun, kita berbaring di bawah kekosongan dan melayang perlahan ke luar.
And somewhere in the wilderness, we found salvation
Dan di suatu tempat di padang gurun, kami menemukan keselamatan
Scratched into the earth like a message
Tergores ke bumi seperti sebuah pesan