Jauh di dalam awan ember yang berenang.
If it was up to me this house would be almost seven hundred years old and more than thirteen kilometres tall.
Jika terserah saya rumah ini akan berusia hampir tujuh ratus tahun dan tingginya lebih dari tiga belas kilometer.
I would sit in a rocking chair, creaking along with an out-of-tune piano and an orchestrion that always tricks me with ever-changing tempo
Aku akan duduk di kursi goyang, berderak bersama piano yang tidak diunggulkan dan sebuah orkestra yang selalu menipu saya dengan tempo yang senantiasa berubah.
I'd be able to walk in the ceiling. I would eat nebula for supper. I would wear a necklace made of strung hailstones.
Aku bisa berjalan di langit-langit. Aku akan makan nebula untuk makan malam. Aku akan memakai kalung yang terbuat dari hujan es yang tersumbat.
The well outside would be an eye that stares itself blind at the moon. The water would sob. There would be two winds moaning.
Sumur di luar akan menjadi mata yang menatap dirinya sendiri buta di bulan. Airnya akan terisak. Akan ada dua angin yang mengerang.
The shadows would converge when the clock struck twenty-five.
Bayang-bayang akan menyatu saat jam dua puluh lima.
Oh how I wish I could walk about on the walls. And how I wish there were more hours in a night:
Oh, betapa aku berharap bisa berjalan di dinding. Dan bagaimana saya berharap ada lebih banyak jam dalam semalam:
When I can't wish for more – the vision of scarabees crackling mandrake roots in soil breathing ghosts of worms and scolopendras
Ketika saya tidak bisa berharap lebih – visi scarabees berderak akar mandrake di tanah bernafas hantu cacing dan scolopendra
haunting you with their fumes of horror till your soul tears your body apart and escapes
menghantui Anda dengan asap kengerian sampai jiwa Anda merobek-robek tubuh Anda dan kabur